Dalam alun mimpi yang membayang, sebagai seorang perempuan, rasanya seperti melangkah di atas serpihan rasa bersalah. Masa depan yang masih malu-malu menunjukkan wajahnya, dengan tanya yang terus berputar, seperti siapa yang akan menemani, di mana akan berlabuh, dan dengan siapa akan bersua. Bagai sebuah tarian yang belum tercipta, apakah pada saat itu, aku harus menghentikan irama rutinitas kerja, ataukah nasib itu akan menari sendiri.
Tunggu, mungkin bukan perempuan yang sulit bermimpi, melainkan diriku yang merasa terhenti di antara benang-benang waktu yang terus berputar. Dalam kepak sayap, terasa diriku terpaku pada diri yang diyakini tidak mengalami perkembangan. Berbagai hal sudah kujajaki, namun tak lagi mampu menarik minat hati yang telah redup. Mungkin, dalam kesunyian itu, aku membutuhkan kehadiran seseorang. Namun, harapanku seringkali lenyap begitu saja. Sering, karena ini bukanlah kali pertama, melainkan kali ketiga seseorang itu tiba-tiba menghilang. Oh, bukan mereka yang kusalahkan, melainkan ekspektasiku yang tak terelakkan. Namun, biarlah terlarut dalam gelak tawa, aku bukanlah penyalahkan. Aku yakin, ekspektasi yang terlalu tinggi itulah yang seolah menjadi pelaku di balik layar. Haha, ironis memang.
Tapi, sudahlah. Sejenak, biarkan aku mengingatkan diriku sendiri untuk tak memulai lembar baru tahun ini dengan beban yang negatif. Marilah kita lupakan rentetan perjuangan di tahun 2023, meski orang lain hanya melihat keseluruhan aku sebagai baik-baik saja. Meski orang-orang itu tak pernah mampu menyelami kegelisahan ini. Mari, aku harus bersiap untuk merangkai kisah baru di tahun ini. Hidup takkan berhenti berputar hanya karena kegalauanku. Ah, betapa sering aku mendramatisir setiap jengkal hidupku.
Ayo tetap terlihat baik-baik saja di tahun ini.