Tiada terasa ibadah puasa ramadhan telah kita tempuh dengan berjalan aman, slamet, lancar, dan barokah. Kumandang takbir, tahlil dan tahmid bersahut-sahutan menandakan hilal bulan syawal terlihat. Dengan demikian, kita akan menyambut kemenangan besar, yakni pada Hari Raya ‘Iedul Fitri 1 Syawal tahun ini. Hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh muslim di seluruh dunia. Hari berbuka bagi mereka yang telah berpuasa sebulan penuh. Hari rehat bagi mereka yang telah mengorbankan segalanya saat berpuasa. Hari pulang bagi mereka yang merantau jauh dari keluarga. Dan juga hari kebahagiaan bagi fakir miskin dengan adanya zakat fitri yang diberikan hari itu. Masyaallah.
Makna iedul fitri memang berbeda setiap orang. Hari ini merupakan suatu perayaan bagi umat muslim atas kemenangan menahan diri dari makan dan minum, serta menjauhi dari berbagai pekerjaan yang bisa membatalkan puasa. Pada hari raya idul fitri ini, umat islam dilarang untuk berpuasa. Dahulu kala pada masa Nabi Muhammad, terdapat beberapa perang yang terjadi pada bulan Ramadhan, salah satunya adalah perang Badar, maka para sahabat Nabi merngartikan kemenangan Idul Fitri sebagai kemenangan setelah berpuasa dan sekaligus kemenangan perang. Ada juga yang mengartikan arti kemenangan Idul Fitri adalah perayaan atas keberhasilan bulan puasa, berdoa dan menahan diri dari segala tindakan, pikiran dan kata-kata negatif yang memang sebaiknya dijauhi saat berpuasa.
Sebagai mana yang telah kita ketahui, tabiat orang beriman dalam menyambut Ramadhan adalah bersemangat dan rakus dalam beribadah berburu pahala di bulan yang mulia. Pahala yang digandakan berkali-kali lipat dibandingkan beribadah di bulan lain. Begitu pula yang terjadi di sudut kabupaten Sukabumi, di sebuah sekolah tinggi bermodelkan asrama pesantren, terasa semangat mahasiswa dan mahasiswinya. Aturan sekolah tinggi tersebut tidak memulangkan mahasiswa dan mahasiswinya selama ramadhan bahkan iedul fitri. Pastinya banyak mahasiswa dan mahasiswi yang merasa sedih tidak bisa mudik dan berkumpul dengan keluarganya di kampung halaman. Namun di samping itu, ada secercah kebahagiaan ketika mengetahui banyak program kampus yang akan mendukung penuh agar fokus beribadah selama sebulan ini tanpa memikirkan urusan rumah tahunan setiap ramadhan dan menjelang iedul fitri seperti mengurus kue lebaran atau menyiapkan THR untuk keponakan atau yang lainnya. Ramadhan di kampus tersebut bagaikan madrasah bagi mereka yang ingin menyekolahkan kembali ibadahnya yang menurun sebelum ramadhan. Madraasah bagi mereka yang ingin menyekolahkan akhlak mereka yang kurang baik agar menjadi baik, dan yang sudah baik, agar menjadi lebih baik lagi. Madrasah supaya selalu bersyukur kepada Alloh bahwa kita bisa begadang melaksanakan ibadah puasa dalam sebulan Ramadlan. Kita dapat mengkhatamkan Al-Qur’an dan dapat menempuh Lailatul Qodar. Kita dapat melaksanakan dzikir, ibadah siang-malam, i’tikaf, sholat tarawih, berdoa kapan saja dan dimana saja memburu waktu-waktu dikabulkannya doa yang bertaburan dan memetik bunga-bunga pahala yang disemaikan oleh Allah pada padang Ramadhan yang mulia. Madrasah yang sungguh hebat orang-orang di dalamnya.
Idul Fitri di kampus tersebut akhirnya tiba. Gegap gempita syawal pada pagi hari dimulai dengan sarapan ketupat dan opor ayam khas lebaran. Kemudian disusul shalat Idul Fitri dan Khutbah serta bersalam-salaman meminta maaf antar sesama. Kemudian setelah itu mahasiswa dan mahasiswi menyibukkan diri agar tidak terlalu sedih lebaran jauh dari keluarga dengan menelpon keluarga di kampungnya. Ada juga yang bersilaturahmi ke rumah dosen seakan menjaga adat silaturahmi saat hari raya agar tidak hilang. Dan setelah riuh gempita Idul Fitri, maka berlalulah ramadhan dan idul fitri ini serta tersematlah gelar “lulusan ramadhan”.
Sebagai alumni madrasah ramadhan, seharusnya kita masih menjaga adat-adat ramadhan yang baik dan mulia. Jangan sampai kita menjadi alumni yang merugi sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam: “Merugilah bagi orang yang ketika Ramadlan datang sampai habis waktunya tiada diampuni dosa-dosanya”. Perkataan Nabi tersebut adalah sebuah sindiran keras bagi kita yang pada umumnya setiap akhir Ramadlan merayakan dan menyambut kemenangan besar akan tetapi gagal memenangkan pertarungan tersebut. Ibadah Ramadlan seharusnya dinikmati dan menghasilkan rahmat, pahala, maghfirah, ridla Alloh dan pembebasan dari api neraka. Akan tetapi apa yang terjadi pada alumni ramadhan terkadang tidak menjaga fitrohnya yang telah disucikan pada bulan tersebut. Yang terjadi setelah syawal datang, ia kembali ke adat semula, tidak berhati-hati dalam mengambil tindakan, bahkan berbuat maksiat seakan-akan Allah tidak melihatnya. Terkadang masih ada hamba Alloh yang terjebak dengan kiprah dan kegiatan yang bukan bersifat ibadah, namun justru yang bersifat festival dan seremonial. Semestinyalah setelah sebulan penuh kita menahan nafsu dan menjauhi larangan Alloh serta meningkatkan ketaqwaan, maka Alloh akan mensucikan diri dan bathin kita dan tugas kita adalah menjaga kesucian itu.
Marilah kita mengembalikan diri kita pada kemenangan besar yang kita cita dan cintakan. Kita sudah berlapar-lapar untuk berpuasa tentulah ingin mencapai derajat insan yang taqwa dan tawadhu. Ibadah yang ditempuh selama Ramadlan pastilah untuk meningkatkan kedekatan kita terhadap Rabb semesta alam. Kita membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an adalah untuk semakin memahami dan menghayati perintah dan larangan Alloh. Dan semestinya bukan hanya kita kaji di bulan Ramadlan semata, seyogyanya pula kita urai dan dalami pada sebelas bulan yang lain.
Berhubung purnama syawal masih bisa kita lihat, maka penulis mengucapkan Taqabbalallahu minna wa minkum. Semoga apa yang kita usahakan, bisa bermanfaat untuk diri kita. Dan semoga kita menjadi Lulusan Ramadhan yang berhasil dalam menjaga keistiqomahan dan ketakwaan.
0 comments:
Posting Komentar