8 Mei 2025
Sebenernya aku ingin sekali berhenti menulis tentangmu. Aku takut, jika diteruskan, bahkan aku tidak akan bisa melihat lagi kebaikan-kebaikanmu. Entah aku bisa janji atau tidak, aku harap ini yang terakhir kalinya.
Hari ini aku merasa berat. Bukan karena aku masih menyimpan harapan, tapi karena aku pernah memberikan hati yang tulus, tapi ternyata tidak dipedulikan. Aku bukan tidak peka, bahkan aku mengerti sinyalnya sejak awal. Tentang ketidaksukaanmu pada hal tentangku. Tapi diam-diam aku tetap menghargai, tetap menjaga, tetap menanti, meski tanpa menggantungkan apa pun.
Aku tidak pernah menuntut apa-apa. Bahkan aku tidak sempat berkata apa pun. Dia hanya pergi, lalu menutup pintu tanpa aba-aba. Hari ini aku sadar, bukan rasa sayangku yang menyakitkan hati ini, tapi caranya menjauh, seolah aku tak pantas untuk diberi penjelasan.
Aku tidak marah. Tapi aku terluka.
Dan luka itu bukan karena kehilangan dia. Tapi karena kehilangan versi diriku dulu, sebelum pernah berharap, sebelum mengemis kejelasan. Luka karena aku pernah diam-diam membangun harapan kecil hanya untuk dihancurkan tanpa suara, pasif.
Hari ini aku menulis bukan untuk dia. Tapi untukku. Untuk memastikan bahwa luka ini tidak akan meracuni hari-hariku yang akan datang. Untuk memastikan bahwa perasaanku sudah resmi berhenti di sini.
----
Untuk Diriku yang Sedang Belajar Melepaskan,
Terima kasih karena masih bertahan sejauh ini.
Aku tahu akhir-akhir ini hatimu terasa berat. Bukan karena cinta yang ditolak, tapi karena sesuatu yang pernah kamu harapkan perlahan memudar tanpa kejelasan. Kamu sempat menyayangi seseorang dalam diam, dengan cara yang sederhana, dengan versi terbaik dari keikhlasanmu. Kamu tidak pernah meminta banyak, hanya ingin dihargai, diberi kepastian, atau setidaknya dijelaskan.
Tapi tidak semua orang punya keberanian seperti kamu.
Tidak semua orang tahu bagaimana caranya bersikap jujur, apalagi ketika tahu akan menyakiti.
Dan kamu, seperti biasa, menjadi pihak yang diam-diam menanggung luka itu sendiri.
Hari-hari kemarin kamu bertanya,
“Apa aku tidak cukup baik?”
“Kok bisa dia pergi tanpa sepatah kata?”
“Kok bisa aku sesesak ini, padahal tidak ada apa-apa?”
Dan itu wajar. Karena kamu tidak sedang sedih karena ditolak,
Kamu sedih karena pernah menaruh harap, pernah menyusun kemungkinan,
Pernah diam-diam melibatkan perasaan… tapi tidak pernah benar-benar diberi ruang untuk menyampaikan.
Patah hati kali ini terasa lebih sesak, ya?
Its Okey, tenang, bukan karena kamu lemah.
Tapi karena kamu pernah menggenggam harapan itu sendirian, tanpa tahu kapan harus melepaskan.
Sekarang, aku ingin kamu tahu:
Tak apa untuk merasa lelah.
Tak apa untuk berhenti sebentar.
Tak apa untuk menangis tanpa alasan yang bisa dijelaskan ke orang lain.
Karena hatimu sedang membereskan sesuatu yang tidak terlihat… dan itu pekerjaan yang berat.
Mulai hari ini, mari pelan-pelan belajar merelakan.
Bukan untuk dia, tapi untuk dirimu sendiri.
Karena kamu berhak atas ketenangan.
Kamu berhak untuk tidak terus-menerus bertanya-tanya.
Kamu berhak memilih untuk tidak lagi menunggu sesuatu yang bahkan tidak tahu sedang ke mana arahnya.
Terima kasih sudah berusaha kuat.
Terima kasih sudah tidak menyalahkan dirimu.
Terima kasih sudah memilih untuk sembuh meskipun perlahan.
Kita mulai lagi ya, sayang.
Dengan cinta yang lebih besar… untuk dirimu sendiri.
Tolong, jangan menjatuhkan hatimu pada siapapun untuk saat-saat ini.
Tapi jangan pernah trauma,
Dari aku, untuk diriku dengan pelukan paling hangat.
0 comments:
Posting Komentar