Selasa, 23 Juni 2020
TITIK TEMU
/1/
Alunan melodi mulai terdengar, melebur bersama rintik hujan yang kusaksikan jatuh perlahan di kaca jendela. Provokasi antara melodi, hujan dan semerbak wangi kopi terasa lebih sempurna sebab ditemani kamu, sang pembuat candu. Disudut kedai kopi, dua insan sengaja terasing berdua setelah lama tak bersua. Pekat aroma arabika memenuhi ruang bersamaan dengan kita yang saling merekah pandang. Binar matamu menyeretku ke masa lalu. Saat senja menjadi saksi bisu perpisahan dan pengharapan.
"Maaf, aku harap kamu tetap setia menunggu."
Menjual Rambut Demi Suami
Hidup Laya bertambah sempit. Kerabat-kerabat sudah tak lagi sudi lagi mendekat. Tinggalah Laya dan suaminya berjuang menghadapi semua. Dan pada puncaknya, warga yang tak tahan lagi dengan penyakit suami Laya sepakat untuk menyingkirkan Sang suami ke ujung kota. Dan satu-satunya tempat yang boleh ditempati adalah area pembuangan sampah
Laya dan suami hanya bisa pasrah. Dengan penuh kesabaran, Laya merawat suaminya. Laya memang tidak tinggal satu tempat dengan suami mengingat bau busuk yang terlalu tajam. Laya selalu datang menyambangi Sang suami untuk membersihkan tubuhnya dengan cara menaburi pasir lalu membersihkannya. Laya juga menyuapi Sang suami setiap hari.
Laya dan suami hanya bisa pasrah. Dengan penuh kesabaran, Laya merawat suaminya. Laya memang tidak tinggal satu tempat dengan suami mengingat bau busuk yang terlalu tajam. Laya selalu datang menyambangi Sang suami untuk membersihkan tubuhnya dengan cara menaburi pasir lalu membersihkannya. Laya juga menyuapi Sang suami setiap hari.
Apa ini puncak penderitaan?
Bukan. Masih belum. Kini Laya harus mencari nafkah untuk diri dan suaminya. Laya, isteri mantan juragan kaya itu, kini bekerja kesana kemari sebagai pembantu rumah tangga. Upah yang tak seberapa itu ia gunakan untuk makan dirinya dan suami.
Laya begitu sabar menjalani hidupnya karena yakin bahwa Sang suami adalah orang shalih. Ujian yang Allah berikan tak lain adalah ujian untuk meningkatkan derajat dan dan menyeleksi siapa yang sabar dan mampu bertahan. Laya yakin, suaminya adalah manusia pilihan Allah. Buktinya, menghadapi penderitaan seberat itu, lisa suaminya tak pernah sekalipun merintih apalagi mengeluhkan sakitnya. Lisan yang terhubung dengan hati, memiliki kesabaran seluas samudera dan kepasrahan total kepada Dzat yang Maha Kuasa. Lisa yang selalu basah oleh dzikir sepanjang waktu.
Penderitaan mencapai puncaknya manakala orang-orang tahu bahwa Laya masih kontak dengan suaminya, mulai enggan memperkerjakan nya.
Mungkin mereka takut tertular lantaran Laya. Sampai akhirnya, Laya benar-benar ditolak oleh seluruh warga kota.
Laya pun gundah, bagaimana caranya bisa mendapat uang? Tak ada lagi yang mau menerimanya, dan tak ada harta yang bisa dijual. Tiba-tiba terlintas ide aneh tapi cukup meyakinkan, Laya nekat mencukur kepalanya hingga botak, lalu menjual rambutnya! Uang hasil penjualan rambutnya kemudian dia gunakan untuk beli makanan.
Saat menghidangkan makanan hasil menjual rambut, Laya tak mampu menutupi gundah nya. Sang suami yang peka pun bertanya, ada apa? Laya pun menceritakan apa adanya. Lalu, demi mendengar penuturan istri tercintanya, Sang suami pun mulai luruh. Tadinya, dia merasa malu untuk sekedar berdoa agar disembuhkan karena merasa ujian yang Allah berikan belumlah setimpal dengan nikmat yang pernah ia rasakan. Dia malu meski sekadar mengaduh. Dia ingin menerima ujiannya dengan keridhaan yang sempurna. Namun, mendengar kisah pilu isterinya, Sang suami yang tak lain adalah Nabi Ayub pun luruh, beliau mengadu kepada Allah;
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Maha Penyayang diantara semua penyayang. " (QS: Al Anbiya ayat 83-84)
Sebuah doa yang begitu lirih dan ringkas. Hanya terdengar seperti sindiran halus penuh takzhim dan tak enak hati kepada sang Ilahi. Namun dia yang terucap dari lisan yang sabar adalah doa yang cepat dikabulkan. Allah pun sembuhkan suami Laya dari penyakitnya. Kesembuhan total bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya.
Penderitaan yang dialami Laya selama bertahun-tahun itu kini mulai sirna bahkan kembali seprti semula. Sang suami dapat bekerja dan memperoleh limpahan rezeki dari Allah. Laya pun telah lulus uji kesabaran dan kini dia telah memetik sebagian hasilnya di dunia.
Sumber: Majalah Ar Risalah edisi 217
Kamis, 18 Juni 2020
Kaya Harta, Kaya Hati
Jomblo Kaya Harta, Kaya Hati
Oleh: Maryam Mahdiyyah
@maryamahdiyyah
Mengartikan kaya bagi banyak orang bisa jadi berbeda-beda. Ada yang mendefinisikan mempunyai banyak rumah, kendaraan, kartu kredit, dan usaha bisnis. Ada pula yang mengartikan orang kaya adalah mereka yang mempunyai harta cukup untuk kebutuhan satu bulan tanpa kerja keras. Dan ada juga yang berfikir sederhana bahwa kaya adalah dapat melunasi dan terbebas dari hutang dan kaya itu adalah senormalnya hidup, tanpa beban dan pikiran.
Wah, siapa sih yang nggak ingin kaya? Aku percaya, sangat sedikit, bahkan hampir tidak ada orang yang ingin hidup miskin. Akan tetapi kenyataannya, si miskin lebih mendominasi bumi ini dibanding si kaya. Hmm, memangnya susah ya jadi orang kaya? Apakah harus mempunyai pendidikan tinggi dulu? Atau harus berlari ke dukun, meminta pengasihan? Haruskah serumit itu? Sungguh naif sekali manusia yang berfikir seperti itu. Tidak! Semua manusia yang selalu berpeluk pada kata usaha bisa kaya tanpa itu semua. Bagaimana caranya?
Uang memang bukan segalanya. Tapi, hamper segala hal bias jadi mudah berkat uang. Karena itu, banyak pertanyaan bagaimana cara menjadi kaya sering diungkapkan. Rumus kaya sebenarnya sederhana, yaitu usaha, doa, dan tawakkal. Ketiga rumus ini saling berkaitan satu sama lain. Jadi, tidak bisa kita meninggalkan salah satunya. Tapi, ada tuh mereka yang kaya tapi dari segi agama mereka kurang bagus, yang hanya mengandalkan usaha tanpa doa, apalagi tawakkal. Ada juga mereka yang hanya rebahan dan duduk manis di rumahnya bisa jadi kaya raya, jadi gimana tuh? Kawan, kita memang tidak bisa memilih untuk lahir dari keluarga kaya atau misin. Tapi, kita bisa memilih untuk berjuang menjadi kaya atau tetap diam dalam kemiskinan. So, semua keputusan dan usaha untuk mewujudkan itu semua berada dalam genggamanmu.
Sebagai jomblo, berjuang menjadi kaya raya sangat mungkin dilakukan. Mulailah dengan usaha bisnis kecil-kecilan. Jadilah dirimu sendiri dan tidak usah merasa gengsi dengan apa yang diusahakan. Jangan lupa, tetap upgrade wawasan dan ilmu tentang bisnis. Berbagai informasi bisnis, bisa dengan mudah diakses melalui jejaring sosial. Serta mencoba untuk belajar memanfaatkan waktu sebaik mungkin, kapan waktu belajar, bisnis juga beribadah. Insya Allah, jika semua itu diiringi doa tanpa henti dan kepercayaan bahwa hanya Allah yang mengatur dan memberi rezeki, maka Allah tak akan membiarkan hambanya hidup dalam kemiskinan, biidznillah.
Gampang kan tips dan trik menjadi kaya? Semua orang bisa mencoba tanpa harus melakukan hal yang dilarang agama. Tapi dari semua itu, ada kekayaan yang lebih penting dari sekedar kaya harta. Apa itu? Yaitu kaya hati. Apa kita harus menguasai hati orang lain? Bukan! Maksud dari kaya hati adalah, merasa cukup dan lapang dada atas apa yang Allah berikan dan selalu bersyukur. Biasanya, orang yang kaya hati dia sangat ringan tangan membantu kesusahan orang lain, tidak pelit, apalagi kikir terhadap harta.
Kekayaan sejati tempatnya berada di dada. Menjadi kaya atau miskin adalah soal intelektual. Siapa pun yang berlapang dada, maka ia sejatinya adalah orang kaya meski tak banyak harta. Sebaliknya, apabila dadanya sempit, selalu merasa kurang dalam hidupnya, maka sejatinya ia miskin, sekalipun mempunyai segudang emas.
Coba, kita perhatikan nasehat suri tauladan kita. Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam bersabda, “Kaya bukanlah diukur banyaknya harta dunia. Namun kaya (ghina) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446).
Jadi, kita gak boleh kaya harta nih? Eit, tentu boleh dong, tapi dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Kaya dan miskin itu takdir. Tapi, berjuang untuk kaya atau tetap miskin itu pilihan. Terserah mau pilih yang mana. Asalkan, jika pundi-pundi harta terus bertambah, jangan sampai itulah yang membuat lalai dalam beribadah kepada Sang Maha Kaya.dan lupa akan hak-hak orang lain. Tetap camkan dalam hati bahwa kekayaan hakiki adalah merasa cukup atas apa yang Allah berikan.
Mari kita tilik sejarah sahabat Nabi yang kaya harta sekaligus kaya hati. Tersebutlah Abdurrahman bin Auf rahimahullah yang berhijrah tanpa membawa harta sepeser pun. Akan tetapi dengan kegigihannya dalam berbisnis, doa dan tawakkalnya kepada Allah, ia berubah menjadi saudagar yang kaya raya masa itu. Namun kekayaannya tak lantas membuat Abdurrahman kikir, justru ia sangat dermawan, banyak membantu sesama dengan apa yang ia punya. Hingga pada akhir hayatnya, ia mewasiatkan hartanya kepada istri-istri Rasulullah, para alumni perang badar, dan sedekah untuk faqir miskin. Belum lagi budak-budak yang ia bebaskan secara Cuma-Cuma pada masa hidupnya. Masya Allah, inilah salah satu figur orang kaya yang bisa kita tiru kisah hidupnya.
Selain Abdurrahman bin Auf, sangat banyak sahabat Nabi yang kaya harta sekaligus kaya hati, seperti utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan masih banyak lagi. Ada pula mereka yang tidak memiliki banyak harta, tapi kaya hati, selalu merasa cukup dengan apa yang Allah rejekikan. Allahu akbar.
Tak hanya sahabat Nabi, banyak juga orang-orang kaya zaman sekarang yang telah merasakan berkah kaya hati. Mereka mengakui, dengan merasa cukup, hidup mereka menjadi lebih tenang dan terhindar dari perasaan khawatir jikalau harta mereka akan habis sewaktu-waktu.
Kesimpulannya, sebagai seorang jomblo yang ingin produktif dan bermanfaat untuk orang lain, marilah kita mengkayakan diri kita dengan berbagai usaha duniawi dan ukhrawi. Jangan sampai pundi-pundi kekayaan kita malah mencelakakan orang lain, bahkan diri kita sendiri. Karena kaya harta itu fana, namun kaya hati akan berbuah pahala. Wallahua’lam bis shawwab.
Senin, 15 Juni 2020
Semangat Andil Dalam Iqamatuddin
Oleh : Ustadz Abu Azka
_Ayyuhal asatidzah dan para alumni yang dirahmati Allah_
Ketika kita berbicara Iqamatuddin, seharusnya kita mengenal literatur syari yang menjadi pijakan kita. Jangan menjadi muslim yang hanya mengikuti alur saja.
Dikatakan dalam kitab panduan _Ma'alim al ikhtilat al kubraa untuk Ahlussunnah wal Jama'ah_ oleh Abdul Hadi Al Misri dikatakan bahwasanya kita sudah menjalin perjanjian dengan rabb kita yang termaktub dalam QS Al Ahzab ayat 72
إنا عرضنا الأمانة على السموات والأرض والجبال فأبين أن يحملنها وأشفقن منها وحملها الإنسان
"Kami telah menawarkan tanggungjawab kepada langit, bumi dan gunung akan tetapi mereka menolak dan kemudian manusia menyanggupinya"
Inilah dasar yang mendasari amanah kita terhadap Iqamatuddin. Bagaimana menyikapi itu semua?