Selasa, 23 Juni 2020

TITIK TEMU



/1/
Alunan melodi mulai terdengar, melebur bersama rintik hujan yang kusaksikan jatuh perlahan di kaca jendela. Provokasi antara melodi, hujan dan semerbak wangi kopi terasa lebih sempurna sebab ditemani kamu, sang pembuat candu. Disudut kedai kopi, dua insan sengaja terasing berdua setelah lama tak bersua. Pekat aroma arabika memenuhi ruang bersamaan dengan kita yang saling merekah pandang. Binar matamu menyeretku ke masa lalu. Saat senja menjadi saksi bisu perpisahan dan pengharapan.
"Maaf, aku harap kamu tetap setia menunggu."

Ucapanmu sungguh mengikatku, terpenjara pada ruang yang khusus kamu ciptakan untukku. Kemudian kamu pergi membawa mimpi ke Negeri Peradaban, meninggalkan angan yang belum sempat kita wujudkan. Aku mulai menanti, tepat setelah jejak-jejakmu pergi. Menanti dekapanmu yang pernah ku nikmati bersama senja dan ujung ilalang yang merangkul sepi. @______gentaa

/2/
Hujan kian reda dan kamu mulai bicara. Aku terperanjat dari lamunanku. Kamu bicara sepatah duapatah tentang studimu juga kenangan kita dulu. Rinduku telah sampai, dua insan yang dulu bertukar sapa kini kembali berjumpa. Satu jam berlalu, wangi kopi arabika mulai beradu dengan robusta. Kopi semakin dingin namun obrolan kita kian menghangat. Memecah hening dan tawa mengikat rasa berdua. Kamu pun tersipu malu menatapku yang tersenyum melihat ulahmu. Tak disangka menunggu hadirmu meski tak pasti adalah keputusan yang tepat lagi berarti. Biarkan pancaran matamu yang berbicara tentang ini, tentang kita yang entah bagaimana. @dytasilvia_

/3/
Alunan melodi berganti menjadi irama romantis. Sebuah irama yang menggambarkan perasaanku juga perasaanmu. Ketika hati ini bergoyang mengikuti irama, jiwa yang kaku ini mendadak bisu. Kamu menatapku teduh. Memberi kekuatan dalam jiwaku. Matahari semakin tumbang di garis cakrawala, menambah syahdunya momen ini. Sudut kedai kopi ini akan menjadi saksi. Terlebih kepada aroma kopi yang menguar di setiap detiknya. Tak terbayang hadirmu telah menghipnotisku. Seakan bungkam dan hanya menuruti perintahmu untuk menunggu. Kini tak kurasakan lagi perihnya menunggu. Kamu yang telah kembali dihadapanku mendadak meraih tanganku.
"Terima kasih telah memilih setia. Hal tersulit dalam hidupku adalah membiarkanmu untuk menunggu. Tidak akan kubiarkan kamu kembali melakukannya. Izinkan aku merajut kisah bersamamu. Di bawah atap ini aku akan mengucap komitmen itu. Karena sungguh, aku mencintaimu." @desti.most

/4/
Bergetar hati menyayat sepi seakan tak mampu menatapmu. Kamu membuatku melayang dan bungkam dengan pikiran buntu. Tak mampu lagi berucap. Kamu menyatakan perasaanmu, yang telah kutunggu sejak dulu. Sudut kedai kopi ini terasa sesak oleh bunga-bunga di hatiku. Hingga tak kusadari senja telah berbalut sepi. Namun kita belum beranjak dari kehangatan yang semakin tercipta. Perpisahan lalu seakan panah tajam yang melesat. Menantimu meski tanpa kepastian menjadikan panah itu tepat menancap. Rasa sakit selama ini tertawar dengan obat manjurnya. Aku memandangmu dengan senyum yang terus mengembang. Meresapi ucapan terimakasih darimu yang mencipta bulir bening di sudut mataku. Tanda diri begitu bersyukur atas penantian ini. Kini, temanku bukan lagi sepi dan ilusi. Telah ku yakinkan diri bahwa kamu adalah kebaikan. Kupandang isyarat-isyarat dalam cahaya. Seketika kamu memijar dalam kata.
"Aku menikmati malam ini dan membiarkanmu terbit kemudian tenggelam disini. Di dekap hati yang paling puisi." @bint.alharakah

14 Juni 2020

0 comments:

Posting Komentar