Jumat, 11 September 2020

Yang Kurindukan dari Setahun Terakhir

0 comments

 


Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata : Jikalau engkau tahu bagaimana Allah mengatur hidupmu, maka engkau langsung jatuh cinta mendalam padaNya. 

 

Setahun terakhir, aku menginginkan diriku tidak lagi terkekang oleh pagar batas pesantren, namun Dia malah memenjarakanku lebih ketat dari apa yang pernah terpikir. 

 

Aku ingin belajar hal yang belum pernah aku pelajari selama hidupku, namun Dia membuat ku semakin terperosok lebih dalam bersama ilmu-ilmu yang terulang. 

 

Aku ingin ingin ingin dan ingin serta ingin yang ku jelaskan tak akan ada habisnya, namun Dia tak memberikannya untukku

 


Hingga aku mengerti, bahwa Allah tidak memberikan apa yang kita inginkan, akan tetapi Allah memberikan apa yang kita butuhkan. 

 

Hingga detik ini, ada sesuatu yang kurindukan. Aku merindu saat dimana aku sangat mengerti kapan doa akan terijabah. Aku merindu saat dimana ku tembus dinginnya pagi hanya untuk berbagi kisah dengan Dia Yang Maha Tahu segalanya. Aku merindu saat dimana daku tak pernah lalai mengejar dhuha dan mengencangkan do'a dan harapan yang tak putus. Aku merindu saat dimana daku tenggelam dalam kekhusyukan memungut hikmahNya diwaktu sore pada hari Jum'at. Aku merindu saat dimana daku berusaha menggapai barokah shiyam di penghujung hari dengan memanjatkan asa. Aku merindu saat dimana hujan adalah temanku untuk terus mengayuh do'a untuk sampai pada tempat tujuan. 

 

Semua itu terus berjalan meski apa yang dipanjatkan adalah hal-hal mustahil bagiku. Namun aku tidak menyerah. Hingga kusadari, bahwa sesuatu yang paling dan sangat aku rindui adalah saat dimana daku merasakan Allah begitu dekat dengan hamba-Nya yang berdoa. 

 

"Dan apabila hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka katakanlah bahwasanya Aku dekat. Dan aku akan mengabulkan do'a jika ia berdo'a kepada-Ku "

 

Senin, 07 September 2020

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

0 comments



@maryamahdiyyah

Berbicara tentang kesabaran dan keikhlasan, marilah kita mengingat jasa seorang yang sering kita lupakan. Seorang yang berjuang dalam memerangi kebodohan agar terhempas dari muka bumi. Seorang yang tersemat padanya gelar agung, "Pahlawan tanpa tanda jasa". Dialah guru, manusia berbalut jubah kesabaran dan keikhlasan. 

 

Penyematan gelar "Pahlawan tanpa tanda jasa" cukup unik. Bagaimana mungkin seorang pahlawan tidak mendapatkan penghargaan berupa simbol pengakuan agar jasanya terus dikenang sepanjang zaman? Mengapa simbolis kenang jasa tidak ada pada guru? Apa yang membuat seorang guru menjadi pahlawan tanpa tanda jasa? Ternyata tidak lain dan tidak bukan, karena rasa ikhlas dan sikap sabar seorang guru dalam mendidik putra-putri bangsa. Kesabaran dan keikhlasannya bak sebuah lilin. Ia rela terbakar agar dapat menerangi sekelilingnya. Ia rela mengajar anak didiknya walaupun kondisi sulit dan mencekik. Ia hanya tidak rela, anak didiknya hidup dalam kebodohan apalagi menjadi korban pembodohan. Akan tetapi


eksistensi kesabaran dan keikhlasan guru  semakin pudar seiring berkembangnya zaman. Bahkan  banyak dari pihak guru tersendiri yang merusak gelar  "Pahlawan tanpa tanda jasa" demi keuntungan duniawi.  Sungguh ironi dan miris! Kejadian seperti inilah yang  membuat dunia buta tentang guru yang masih merawat  kesabaran dan keikhlasan dalam sanubarinya.  

 

Guru merupakan cita-citaku sejak belia. Tak ada hal lain yang memotivasi diriku untuk menjadi guru kecuali  bahwa ia adalah pekerjaan mulia dan berbuah pahala yang  besar. Seiring berjalannya masa, Allah berkenan  mengabulkan cita-citaku menjadi guru di usia remaja.  Tepatnya 3 tahun yang lalu saat usiaku baru menginjak 17  tahun. Sebuah takdir indah membawaku dan teman-teman ke  sebuah pondok pesantren tingkat menengah pertama untuk  ditugaskan mengajar sekaligus membimbing para santri. 

 

Ibarat pelangi yang memiliki tujuh warna yang  berbeda, kini aku berhadapan dengan ratusan santri dengan  warna dan sifat yang berbeda-beda. Cara mendidik dan  mengajar pun harus banyak perbedaan antara satu anak  dengan yang lainnya. Bukan tak mudah, kepribadian 17 tahun  yang masih labil pun menjadi kendalaku. Tak jarang jiwa ini  berapi panas dan marah melihat kelakuan santri yang tidak mau mengikuti peraturan. Teringat nasihat pimpinan pondok bahwa terkadang rasa marah harus ditahan demi  kemaslahatan dan terkadang pula perlu diekspresikan dengan  hukuman. Tidak dimungkiri, marah adalah bagian dari  tarbiyah dan menjadi sesuatu yang diperlukan. Namun  terkadang kemarahan dan hukuman para guru menjadi aduan  santri kepada orang tuanya. Tidak kuhitung, sudah berulang  kali aku mendengar protes orangtua kepada kami tentang  anak mereka yang pernah dihukum. Dengan penjelasan, tidak  sedikit dari orang tua yang memahami permasalahan dan  menyerahkan segala urusan tarbiyah kepada guru. Tetapi ada  pula yang bersikukuh tidak rela jika anaknya harus dihukum.  Pada kondisi seperti inilah kesabaran menjadi guru diuji.  Karena adanya masalah bukan untuk dihadapi dengan cara  kasar, tapi dihadapi dengan sabar. 

 

Selain mendidik adab dan perilaku, guru di pondok  pesantren ini juga berperan menjadi pendidik di kelas formal.  Tidak berbeda, terkadang ruang kelas adalah sumber  permasalahan yang menguji mental sabar dan ikhlas. Mulai  dari belajar materi yang akan diajar, lalu belajar  memahamkan diri sendiri dan orang lain, hingga latihan  mengajar sebelum masuk kelas harus selalu diperjuangkan  dengan harapan santri akan antusias dengan gurunya. Tidak jarang harapan itu menjadi nyata, namun tidak jarang pula ia hanyalah angan kosong belaka. Kelakuan para santri tidak  absen membuatku mengelus dada. Ada yang asik bercanda  dengan temannya di tengah pelajaran, ada pula santri tukang  izin yang sering terlambat, bahkan ada pula yang asik di alam  mimpinya sepanjang pelajaran.  Pernah kumerenung, bahwa tidak semua hal buruk  berimbas pada santri dan harus menyalahkan mereka.  Seyogianya seorang gurulah yang menginstropeksi diri  bahwasanya kesalahan santri merupakan kesalahannya juga.  Merasa bersalah karena seorang guru tidak mampu membawa  santri pada suasana belajar efektif yang mereka suka. Merasa  bersalah jikalau seorang guru belum bisa menjadi teladan  yang baik bagi santrinya. Menjadi guru tidaklah mudah,  banyak segmen kisah mengharuskan dirinya menjadi  superhero dengan kekuatan sabar dan ikhlas tanpa batas.  Terus menghibur diri, bahwa semua kejadian memiliki  hikmah tersirat di dalamnya. 

 

Di pertengahan semester pertama, pondok ini kedatangan seorang santri pindahan. Ketika dilihat, santri ini  selayaknya santri lainnya. Namun seiring berjalannya waktu,  ternyata ia adalah santri yang istimewa. Mengapa istimewa?  Karena dia mempunyai kemampuan akademik dibawah rata-rata. Teman-temanku sesama guru sering kewalahan dibuatnya. Hingga suatu hari, temanku yang menjadi  pembimbing tahfidz harian santri istimewa tersebut  memintaku untuk membantu dan mengajarinya menghapal.  Temanku mengeluhkan bahwasanya dia sering hilang  kesabaran dalam mengajar. Bukan cara kasar kami mengajari,  bahkan sangat ramah dan lemah lembut. Tapi nyatanya satu  tahun berlalu dan ia hanya bisa menghafal satu setengah  lembar surat Al Baqarah. Sebuah prestasi yang rawan  direndahkan santri lainnya. Hal ini pun sukses membuat guru  berdebat untuk membuatnya naik kelas atau tetap tinggal  kelas. Hingga diputuskan akhirnya santri istimewa harus  tinggal kelas meskipun kami sangat mengapresiasi  kegigihannya. Semua harus menerima keputusan sembari  memungut hikmah dalam setiap kejadian. 

 

Beberapa segmen kisah diatas memang kisah biasa yang sudah sering terjadi pada guru-guru di luar sana.  Tujuanku bercerita adalah agar kita bisa mengulas dan  mengingat kembali keikhlasan dan kesabaran seorang guru  dalam berbenah diri dan berjuang mendidik putra-putri  bangsa.  Kita semua pasti memiliki minimal seorang guru  untuk dijadikan panutan. Bahkan secara tidak sadar, apa yang guru tersebut lakukan menjadi motivasi tersendiri untuk kita terus berkembang menjadi kita yang sekarang. Menjadi guru  merupakan ladang kesabaran untuk menoreh jasa  membangun dunia, namun karena keikhlasannya, ia rela  jika dunia tak mengenal jasa-jasanya.

 

Kamis, 09 Juli 2020

Patah Hati Yang Disengaja

0 comments


Sinar surya mulai menerobos di antara turunnya salju. Melukis indahnya sebuah pagi di cakrawala Paman Sam. Burung besi itu telah menerbangkanku jauh menggapai titik rindu. Setelah jarak membentang ciptakan ngarai antara kita.

 

Sesaat kaki melangkah keluar dari bandara, desiran angin dingin menyambut lalu menusuk pori-pori hingga tulang. Ku rapatkan jaket bulu yang setia melindungiku dari dinginnya udara. Berbekal selembar kertas lusuh bertuliskan sebuah alamat yang masih ku genggam sejak pagi, hati ini menyemangati diriku untuk terus berjalan di jantung kota.

 

Hingga aku meyakini diri sendiri bahwa perjalanan panjang ini tak sia-sia. Aku menemukan dirimu di tengah hiruk pikuk ibu kota. Diriku dengan angan-angan yang panjang sementara jangkauan tangan tak sanggup gapai, mendadak beku atas pertemuan ini. Jumpa ini mencipta lengkung senyum pada raut wajahku.  “Kaukah itu? Ingatkah aku, sahabat kecilmu?”

 

Matahari terus beredar, hingga bayanganku tak tampak lagi. Kelelahanku menguap ketika kau mulai memandangku. Sorotmu mencari sebongkah keyakinan. Dahimu mengerut mempertunjukan rasa tak girang. Nyaliku mulai ciut ketika kau menampakkan rona gusar. Ku genggam tanganmu penuh harap atas semua kenangan. “Gila,kau. Maaf, Aku tidak bisa bermain seperti anak kecil lagi!” kau melepas paksa tanganmu yang kugenggam. Suaramu bagai badai di siang bolong, sama sekali tidak merdu.

 

Butiran salju yang turun mulai renggang. Terik baskara mulai terasa  gerah. Hatiku mulai resah ketika seorang lelaki datang mendekapmu. ”Ada apa, sayang?”. Kegundahanku tak lagi dapat disembunyikan ketika kau menyahut dalam dekapnya. Plak! Oh, tamparan keras lelakimu melengkapi seluruh penderitaanku. Adalah sandakan mengawali perih harga diri teriris jati di pisau dan gergaji terlepas cinta “Tidak apa-apa, ini hanya masalah kecil. Mari kita pulang!” Sepasang mata ini hanya tertunduk sebelum sedetik kemudian melihat punggungmu menjauh bersamanya. Ternyata rindu terlalu jauh untuk mendekatkan kita. Bahkan sangat jauh, hingga tak dapat kutemui kembali jejaknya.

 

Kisah kita memang indah, seperti semburat senja dengan warna keemasannya. Kadang aku terbawa khayal, kita dapat bersatu lagi. Setelah penantian panjang yang kujalani. Menyayangimu serupa sajak yang tak mampu kutuliskan judul di atasnya. Hingga kubaca berulang-ulang, lalu kuhapus sejak tak kutemukan rasa selain bimbang dan guguran-guguran daunan.

 ---

Mentari pagi kini bersinar dengan rona suryanya yang berbahagia. Seakan ia tengah menghiburku akan badai petir tangisan semalam. Sudah ku lelehkan rasa yang membatu di punggung ini mencengkeram pikiran, buntu. Apa otak ini tak normal lagi? Semenjak kau bilang; aku sudah gila. Kupandang bendera amerika serikat yang tegantung di tengah bandara. membiarkan ia menjadi saksi tentang sebuah rasa. Aku memang pernah gila mencintai sahabat kecilku. Hingga kupertaruhkan peti uangku untuk menemuimu. Sekarang ia tinggallah receh bekalku kembali. Kembali dengan sebuah hati bahwa cinta tak selalu bawa bahagia, kadang duka yang jadi tuaian.

 

Kumantapkankan kakiku melangkah menuju burung besi. Yang akan menerbangkanku tinggi menjauhi tempatku berpijak. Melupakan sekelumit kisah yang menyakitkan. Kisah yang mengajariku arti patah hati. Bahwa Berharap pada manusia adalah patah hati yang disengaja

 

Selasa, 23 Juni 2020

TITIK TEMU

0 comments


/1/
Alunan melodi mulai terdengar, melebur bersama rintik hujan yang kusaksikan jatuh perlahan di kaca jendela. Provokasi antara melodi, hujan dan semerbak wangi kopi terasa lebih sempurna sebab ditemani kamu, sang pembuat candu. Disudut kedai kopi, dua insan sengaja terasing berdua setelah lama tak bersua. Pekat aroma arabika memenuhi ruang bersamaan dengan kita yang saling merekah pandang. Binar matamu menyeretku ke masa lalu. Saat senja menjadi saksi bisu perpisahan dan pengharapan.
"Maaf, aku harap kamu tetap setia menunggu."

Menjual Rambut Demi Suami

0 comments


Hidup Laya bertambah sempit. Kerabat-kerabat sudah tak lagi sudi lagi mendekat. Tinggalah Laya dan suaminya berjuang menghadapi semua. Dan pada puncaknya, warga yang tak tahan lagi dengan penyakit suami Laya sepakat untuk menyingkirkan Sang suami ke ujung kota. Dan satu-satunya tempat yang boleh ditempati adalah area pembuangan sampah

Laya dan suami hanya bisa pasrah. Dengan penuh kesabaran, Laya merawat suaminya. Laya memang tidak tinggal satu tempat dengan suami mengingat bau busuk yang terlalu tajam. Laya selalu datang menyambangi Sang suami untuk membersihkan tubuhnya dengan cara menaburi pasir lalu membersihkannya. Laya juga menyuapi Sang suami setiap hari.

Laya dan suami hanya bisa pasrah. Dengan penuh kesabaran, Laya merawat suaminya. Laya memang tidak tinggal satu tempat dengan suami mengingat bau busuk yang terlalu tajam. Laya selalu datang menyambangi Sang suami untuk membersihkan tubuhnya dengan cara menaburi pasir lalu membersihkannya. Laya juga menyuapi Sang suami setiap hari.

Apa ini puncak penderitaan?
Bukan. Masih belum. Kini Laya harus mencari nafkah untuk diri dan suaminya. Laya, isteri mantan juragan kaya itu, kini bekerja kesana kemari sebagai pembantu rumah tangga. Upah yang tak seberapa itu ia gunakan untuk makan dirinya dan suami.

Laya begitu sabar menjalani hidupnya karena yakin bahwa Sang suami adalah orang shalih. Ujian yang Allah berikan tak lain adalah ujian untuk meningkatkan derajat dan dan menyeleksi siapa yang sabar dan mampu bertahan. Laya yakin, suaminya adalah manusia pilihan Allah. Buktinya, menghadapi penderitaan seberat itu, lisa suaminya tak pernah sekalipun merintih apalagi mengeluhkan sakitnya. Lisan yang terhubung dengan hati, memiliki kesabaran seluas samudera dan kepasrahan total kepada Dzat yang Maha Kuasa. Lisa yang selalu basah oleh dzikir sepanjang waktu.

Penderitaan mencapai puncaknya manakala orang-orang tahu bahwa Laya masih kontak dengan suaminya, mulai enggan memperkerjakan nya.

 

Mungkin mereka takut tertular lantaran Laya. Sampai akhirnya, Laya benar-benar ditolak oleh seluruh warga kota.

Laya pun gundah, bagaimana caranya bisa mendapat uang? Tak ada lagi yang mau menerimanya, dan tak ada harta yang bisa dijual. Tiba-tiba terlintas ide aneh tapi cukup meyakinkan, Laya nekat mencukur kepalanya hingga botak, lalu menjual rambutnya! Uang hasil penjualan rambutnya kemudian dia gunakan untuk beli makanan.

Saat menghidangkan makanan hasil menjual rambut, Laya tak mampu menutupi gundah nya. Sang suami yang peka pun bertanya, ada apa? Laya pun menceritakan apa adanya. Lalu, demi mendengar penuturan istri tercintanya, Sang suami pun mulai luruh. Tadinya, dia merasa malu untuk sekedar berdoa agar disembuhkan karena merasa ujian yang Allah berikan belumlah setimpal dengan nikmat yang pernah ia rasakan. Dia malu meski sekadar mengaduh. Dia ingin menerima ujiannya dengan keridhaan yang sempurna. Namun, mendengar kisah pilu isterinya, Sang suami yang tak lain adalah Nabi Ayub pun luruh, beliau mengadu kepada Allah;

أنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ

"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Maha Penyayang diantara semua penyayang. " (QS: Al Anbiya ayat 83-84)

Sebuah doa yang begitu lirih dan ringkas. Hanya terdengar seperti sindiran halus penuh takzhim dan tak enak hati kepada sang Ilahi. Namun dia yang terucap dari lisan yang sabar adalah doa yang cepat dikabulkan. Allah pun sembuhkan suami Laya dari penyakitnya. Kesembuhan total bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya.


Penderitaan yang dialami Laya selama bertahun-tahun itu kini mulai sirna bahkan kembali seprti semula. Sang suami dapat bekerja dan memperoleh limpahan rezeki dari Allah. Laya pun telah lulus uji kesabaran dan kini dia telah memetik sebagian hasilnya di dunia.

Sumber: Majalah Ar Risalah edisi 217

 

Kamis, 18 Juni 2020

Kaya Harta, Kaya Hati

0 comments


Jomblo Kaya Harta, Kaya Hati

Oleh: Maryam Mahdiyyah

@maryamahdiyyah

Mengartikan kaya bagi banyak orang bisa jadi berbeda-beda. Ada yang mendefinisikan mempunyai banyak rumah, kendaraan, kartu kredit, dan usaha bisnis. Ada pula yang mengartikan orang kaya adalah mereka yang mempunyai harta cukup untuk kebutuhan satu bulan tanpa kerja keras. Dan ada juga yang berfikir sederhana bahwa kaya adalah dapat melunasi dan terbebas dari hutang dan kaya itu adalah senormalnya hidup, tanpa beban dan pikiran.

 

Wah, siapa sih yang nggak ingin kaya? Aku percaya, sangat sedikit, bahkan hampir tidak ada orang yang ingin hidup miskin. Akan tetapi kenyataannya, si miskin lebih mendominasi bumi ini dibanding si kaya. Hmm, memangnya susah ya jadi orang kaya? Apakah harus mempunyai pendidikan tinggi dulu? Atau harus berlari ke dukun, meminta pengasihan? Haruskah serumit itu? Sungguh naif sekali manusia yang berfikir seperti itu. Tidak! Semua manusia yang selalu berpeluk pada kata usaha bisa kaya tanpa itu semua. Bagaimana caranya?

 

Uang memang bukan segalanya. Tapi, hamper segala hal bias jadi mudah berkat uang. Karena itu, banyak pertanyaan bagaimana cara menjadi kaya sering diungkapkan. Rumus kaya sebenarnya sederhana, yaitu usaha, doa, dan tawakkal. Ketiga rumus ini saling berkaitan satu sama lain. Jadi, tidak bisa kita meninggalkan salah satunya. Tapi, ada tuh mereka yang kaya tapi dari segi agama mereka kurang bagus, yang hanya mengandalkan usaha tanpa doa, apalagi tawakkal. Ada juga mereka yang hanya rebahan dan duduk manis di rumahnya bisa jadi kaya raya, jadi gimana tuh? Kawan, kita memang tidak bisa memilih untuk lahir dari keluarga kaya atau misin. Tapi, kita bisa memilih untuk berjuang menjadi kaya atau tetap diam dalam kemiskinan. So, semua keputusan dan usaha untuk mewujudkan itu semua berada dalam genggamanmu. 

 

Sebagai jomblo, berjuang menjadi kaya raya sangat mungkin dilakukan. Mulailah dengan usaha bisnis kecil-kecilan. Jadilah dirimu sendiri dan tidak usah merasa gengsi dengan apa yang diusahakan. Jangan lupa, tetap upgrade wawasan dan ilmu tentang bisnis. Berbagai informasi bisnis, bisa dengan mudah diakses melalui jejaring sosial. Serta mencoba untuk belajar memanfaatkan waktu sebaik mungkin, kapan waktu belajar, bisnis juga beribadah. Insya Allah, jika semua itu diiringi doa tanpa henti dan kepercayaan bahwa hanya Allah yang mengatur dan memberi rezeki, maka Allah tak akan membiarkan hambanya hidup dalam kemiskinan, biidznillah.

 

Gampang kan tips dan trik menjadi kaya? Semua orang bisa mencoba tanpa harus melakukan hal yang dilarang agama. Tapi dari semua itu, ada kekayaan yang lebih penting dari sekedar kaya harta. Apa itu? Yaitu kaya hati. Apa kita harus menguasai hati orang lain? Bukan! Maksud dari kaya hati adalah, merasa cukup dan lapang dada atas apa yang Allah berikan dan selalu bersyukur. Biasanya, orang yang kaya hati dia sangat ringan tangan membantu kesusahan orang lain, tidak pelit, apalagi kikir terhadap harta.

 

Kekayaan sejati tempatnya berada di dada. Menjadi kaya atau miskin adalah soal intelektual. Siapa pun yang berlapang dada, maka ia sejatinya adalah orang kaya meski tak banyak harta. Sebaliknya, apabila dadanya sempit, selalu merasa kurang dalam hidupnya, maka sejatinya ia miskin, sekalipun mempunyai segudang emas.

 

Coba, kita perhatikan  nasehat suri tauladan kita. Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam bersabda, “Kaya bukanlah diukur banyaknya harta dunia. Namun kaya (ghina) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446).

 

Jadi, kita gak boleh kaya harta nih? Eit, tentu boleh dong, tapi dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Kaya dan miskin itu takdir. Tapi, berjuang untuk kaya atau tetap miskin itu pilihan. Terserah mau pilih yang mana. Asalkan, jika pundi-pundi harta terus bertambah, jangan sampai itulah yang membuat lalai dalam beribadah kepada Sang Maha Kaya.dan lupa akan hak-hak orang lain. Tetap camkan dalam hati bahwa kekayaan hakiki adalah merasa cukup atas apa yang Allah berikan.

 

Mari kita tilik sejarah sahabat Nabi yang kaya harta sekaligus kaya hati. Tersebutlah Abdurrahman bin Auf rahimahullah yang berhijrah tanpa membawa harta sepeser pun. Akan tetapi dengan kegigihannya dalam berbisnis, doa dan tawakkalnya kepada Allah, ia berubah menjadi saudagar yang kaya raya masa itu. Namun kekayaannya tak lantas membuat Abdurrahman kikir, justru ia sangat dermawan, banyak membantu sesama dengan apa yang ia punya. Hingga pada akhir hayatnya, ia mewasiatkan hartanya kepada istri-istri Rasulullah, para alumni perang badar, dan sedekah untuk faqir miskin. Belum lagi budak-budak yang ia bebaskan secara Cuma-Cuma pada masa hidupnya. Masya Allah, inilah salah satu figur orang kaya yang bisa kita tiru kisah hidupnya.

 

Selain Abdurrahman bin Auf, sangat banyak sahabat Nabi yang kaya harta sekaligus kaya hati, seperti utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan masih banyak lagi. Ada pula mereka yang tidak memiliki banyak harta, tapi kaya hati, selalu merasa cukup dengan apa yang Allah rejekikan. Allahu akbar.

 

Tak hanya sahabat Nabi, banyak juga orang-orang kaya zaman sekarang yang telah merasakan berkah kaya hati. Mereka mengakui, dengan merasa cukup, hidup mereka menjadi lebih tenang dan terhindar dari perasaan khawatir jikalau harta mereka akan habis sewaktu-waktu.

 

Kesimpulannya, sebagai seorang jomblo yang ingin produktif dan bermanfaat untuk orang lain, marilah kita mengkayakan diri kita dengan berbagai usaha duniawi dan ukhrawi. Jangan sampai pundi-pundi kekayaan kita malah mencelakakan orang lain, bahkan diri kita sendiri. Karena kaya harta itu fana, namun kaya hati akan berbuah pahala. Wallahua’lam bis shawwab.

 

Senin, 15 Juni 2020

Semangat Andil Dalam Iqamatuddin

0 comments

Oleh : Ustadz Abu Azka


_Ayyuhal asatidzah dan para alumni yang dirahmati Allah_

Ketika kita berbicara Iqamatuddin, seharusnya kita mengenal literatur syari yang menjadi pijakan kita. Jangan menjadi muslim yang hanya mengikuti alur saja.

Dikatakan dalam kitab panduan _Ma'alim al ikhtilat al kubraa untuk Ahlussunnah wal Jama'ah_ oleh Abdul Hadi Al Misri dikatakan bahwasanya kita sudah menjalin perjanjian dengan rabb kita yang termaktub dalam QS Al Ahzab ayat 72

إنا عرضنا الأمانة على السموات والأرض والجبال فأبين أن يحملنها وأشفقن منها وحملها الإنسان

"Kami telah menawarkan tanggungjawab kepada langit, bumi dan gunung akan tetapi mereka menolak dan kemudian manusia menyanggupinya"

Inilah dasar yang mendasari amanah kita terhadap Iqamatuddin. Bagaimana menyikapi itu semua?

Jumat, 10 April 2020

Hakikat Pertemuan dan Perpisahan

0 comments

Tantangan Generasi Milenial Rabbani

0 comments


Ust. Oemar Mita, Lc
Ponpes Nurul Huda
Purbalingga
30 Juni 2019

Jadilah pribadi yang bermanfaat seperti sungai, mudah diambil manfaatnya. Bukan seperti sumur, sulit diambil manfaatnya.


Sifat anak

1. QS. Ali Imran : perhiasan
Tidak ada orang tua yg tidak suka anaknya lebih baik daripadanya.

2. QS. At Tagabhun : Musuh (sebagai ujian/karena prosesnya tidak benar). Anak seperti bayangan dan kita seperti benda. Bendanya bengkok maka bayangan pun akan bengkok. Begitu juga bila lurus.
Hak anak :
1. Wajib memberikan ibu yg beriman
2. Memberi nama yg baik
3. Mentarbiyah dan memberikan pengajaran Qur'an

3. Fitnah (ujian) ; ada yg dilahirkan dalam keadaan cacat/kurang sehat. Bagi anak yg tidak sempurna akalnya (contoh down syndrome) maka mereka tidak dihisab atas ibadahnya.

4. Qurotaayun : penyejuk : QS. Al Furqan
Fokus menjadikan anak sebagai soleh/solehah. Setiap orang harus mengetahui pentingnya. Tidak ada perkara yg lebih membahagiakan daripada anak yg taat kepada Allah di mata orang tua.


2 perkara yg didapat oleh anak yg qurotaayun :

1. Mendoakan akan sampai kepada kita bila soleh karena tidak semua doa anak sampai kepada kita.
2. Ditunggu oleh anak-anak kita di depan pintu syurga. Imam Syafe'i : syafaat terbagi dua, khusus dimiliki Rasulullah dan umum yaitu salah satunya anak yg soleh.


Yang harus diperhatikan :

1. Perhatikan setiap suapan kepada anak. Bersih dari yg haram dan syubhat. Ingat kisah nabi Adam, dikeluarkan dari surga karena satu gigitan buah yg haram. Sulitnya anak yg menerima nasehat orang tua bisa jadi karena daging yg tumbuh dari makanan yg haram.

2. Menjadi pribadi yg soleh agar anaknya
 juga soleh. Anak adalah bayangan kita.

3. Tarbiyah. Beri pendidikan Qur'an pertama kali.


Ring anak muda :
1. Anak santri
2. Bukan santri tapi suka mengaji
3. Belum mengaji ; tantangan dai saat ini. Menyajikan kebaikan kepada ring 3.

Wallahu a'lam